Startup Ideation Bootcamp x DILo Jakarta

Setiap hari Sabtu selama 3 minggu di bulan November lalu, saya diberi kesempatan oleh DILo Jakarta untuk bisa berbagi di acara Startup Ideation Bootcamp.

Secara umum materi yang saya bawakan pada acara tersebut adalah materi yang sudah sering ada dalam berbagai program inkubasi startup yang pernah saya terlibat juga di dalamnya ataupun tidak yaitu tentang validasi ide bisnis, metodologi, dan juga pitching. Dan juga sebenarnya sudah bisa banyak diakses diberbagai sumber yang ada di internet saat ini.

Namun yang saya pahami, fase dan proses pembelajaran setiap orang memang berbeda-beda. Sehingga, walaupun secara tema saya sendiri sudah agak bosan membahas hal-hal tersebut, tapi saya yakin sedikit banyak ada manfaatnya untuk audiens yang baru mau belajar, dan tentunya sebagai pengingat bagi diri saya sendiri. Makanya kesempatan yang ditawarkan oleh tim DILo Jakarta tersebut saya iyakan.

Dan betul, nyatanya diskusi saya dengan para peserta yang kerap terjadi dalam 3 hari bootcamp tersebut juga menarik. Malah sebagiannya justru membantu saya kembali merestrukturisasi pemahaman saya terhadap bentuk-bentuk metodologi yang sudah umum tersebut.

Salah satu yang bentuk metodologi yang saya kembali coba rekonstruksi pemahamannya di dalam kepala saya adalah konsep lean canvas dan design thinking, yang kebetulan menjadi materi pertama pada bootcamp tersebut.

Seringnya dan lebih sederhada jika materi tersebut saya bawakan dengan cara workshop, yaitu peserta saya minta mengisi lean canvas atau mencoba metode design thinking setelah saya jelaskan sedikit tentang konsepnya. Namun, pada bootcamp ini, karena virtual dan akan cukup sulit untuk melakukan workshop, maka saya coba lebih dalami pemahaman konsepnya dengan membandingkan metodologi tersebut dengan metodologi lainnya.

Akhirnya saya membandingkan lean canvas dengan business model canvas, dan design thinking dengan lean startup. Sebenarnya tanpa pretensi apapun selain mencari irisan dan pengaplikasian metodologi mana yang lebih cocok diterapkan pada kasus yang seperti apa.

Saya jadi apa yang disampaikan salah seorang kawan pada saya yaitu “All models are wrong, but some are useful.” Mungkin pada konteks ini, tujuan saya juga seperti itu hanya membandingkan mana yang lebih cocok untuk digunakan dalam kasus tertentu.

Berikut saya lampirkan presentasinya, walaupun tanpa penjelasan mudah-mudahan sekilas insightnya bisa diambil. Bagaimana pandangan teman-teman?

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *